Sabtu, 19 Januari 2008

Pro Kontra Becak Motor


Oleh : Agus Purwanto


Seperti diduga banyak kalangan, keberadaan Becak Bermotor (Betor, ada juga yang menyebut Caktor) laiknya bom waktu yang berpotensi menimbulkan masalah. Demonstrasi pengemudi Betor di DPRD Kabupaten Kebumen seperti menegaskan mulai munculnya masalah ini. Seperti diberitakan harian Suara Merdeka (Selasa, 8 Januari 2008), sekitar empat ratusan abang becak bermesin yang tergabung dalam Persatuan Becak dengan Bantuan Tenaga Mesin (Percakbantem) berunjuk rasa di DPRD Kebumen meminta payung hukum.

Selain itu Percakbantem meminta DPRD untuk memfasilitasi dan mencarikan jalan keluar supaya eksistensi meraka diterima berbagai pihak yang berkepentingan.

Secara yuridis, sebagaimana spanduk-spanduk yang dipasang Polres kebumen, keberadaan becak yang dipasangi mesin bermotor memang menyalahi ketentuan perundangan, yaitu UU Lalu Lintas No. 14 Tahun 1992. Hal ini ditegaskan Iptu S Supriyanto dari Bina Mitra Polres kebumen (Suara Merdeka, 8 Januari 2008). Disisi lain keberadaan betor ini juga mendapat keberatan dari Personek. Organisasi sopir dan kenek ini memandang bahwa selain illegal, juga merugikan mereka. (Lihat Surat Pembaca). Namun pendapat lain dikemukakan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kebumen, Slamet Budiono. Sebagaimana diberitakan harian Suara Merdeka (08/01/08), menurut Slamet keberadaan becak bermesin itu merupakan aset pemkab, ibarat bayi yang telah lahir juga tak mungkin dibunuh, meski secara teknis keberadaan itu (betor - Red) belum memiliki payung hukum. Selanjutnya Slamet berharap agar semua pihak menyikapi keberadaan betor secara bijak.


Mesin Tepung

Menurut Wikipedia, Becak berasal dari bahasa Hokkien : be chia yang berarti kereta kuda, adalah suatu moda transportasi beroda tiga yang umum ditemukan di Indonesia dan juga di sebagian Asia. Kapasitas normal becak adalah dua orang penumpang dan seorang pengemudi.Munculnya Betor merupakan kreatifitas dan inovasi masyarakat, khususnya pengemudi becak, untuk mengatasi berbagai keterbatasan becak sebagai alat transportasi. Seperti kita ketahui, becak memilik berbagai keterbatasan, khususnya karena becak menggunakan ‘mesin otot’ manusia, sehingga daya jelajahnya relatif terbatas dibandingkan kendaraan bermotor. Kelemahan lain becak adalah waktu tempuhnya yang lebih lama. Dan untuk mengatasi berbagai kelemahan inilah kemudian muncul inovasi dengan ‘menempelkan mesin’ pada becak. Jadilah berbagai jenis becak bermesin, sehingga becak tak lagi menggunakan ‘mesin otot’ ber BBM nasi, namun menggunakan mesin sungguhan ber BBM bensin.
Berbagai jenis ‘mesin tempel’ digunakan untuk menggerakkan betor, mulai mesin sepeda motor (umumnya sepeda motor lawas), mesin pemotong rumput, mesin parut kelapa, hingga mesin tepung. Dengan mesin ini betor mampu menjelajah bukan saja puluhan kilometer bahkan ratusan kilometer, laiknya kendaraan motor lainnya.

Di pulau Sumatera, seperti Aceh dan siantar, betor sudah lama ada - dan relatif tidak bermasalah. Ada baiknya kita belajar bagaimana mengelola betor dari saudara kita di Aceh dan Siantar.


Jumat, 11 Januari 2008

Alternatif Solusi HARGA BBM


Oleh : Ir. H. Ngadino



Harga minyak dunia yang pernah mendekat ke angka 100 USD perbarrel dan masih tetap bertengger jauh di atas angka pedoman dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2007/2008 yakni sebesar 60 USD perbarrel, maka walaupun beberapa kali Wakil Presiden M Yusuf Kalla mengatakan tidak akan ada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sampai dengan tahun 2009, dan juga Menteri Keuangan Sri Mulyani pada akhir Oktober 2007 mengatakan APBN kita masih aman, kemudian disusul dengan mengeluarkan sembilan kebijakkan untuk mengatasinya agar tidak berdampak pada APBN, namun kegelisahan pemerintah tidak dapat lagi dapat disembunyikan.

Hal ini bisa dilihat dari rencana program PT Pertamina yang akan mengalihkan penggunaan BBM jenis premium oktan 88 yang bersubsidi, untuk mobil pribadi, ke BBM premium oktan 90 yang akan disubsidi sekitar lima ratus rupiah perliter atau ke pertamax yang tidak disubsidi. Rencana yang akan dimulai pada tahun 2008 itu, diawali dari kota-kota di kawasan Jabotabek, kemudian Jawa Barat, Batam dan Bali, dan tentu saja akan disusul daerah-daerah lainnya secara bertahap. Masyarakat juga akan bibuat gelisah, terutama pemilik mobil pribadi yang biasa menggunakan premium oktan 88 tersebut, karena tentu saja harus bersiap-siap menambah anggaran harian/bulanan untuk biaya transportasinya. Sementara pihak pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) juga tak kalah cemas, membayangkan senantiasa akan terjadi ketegangan antara karyawannya dengan para konsumen dari mobil pribadi. Dari para pengamat dan pakar yang dikawatirkan adalah kerawanan terjadinya berbagai penyimpangan.
Dan kita sangat memahami kecemasan-kecemasan tersebut, baik itu pemerintah maupun masyarakat yang akan terkena dampak baik langsung maupun tidak langsung dari kebijakkan tersebut.

Sesungguhnya ada salah satu alternative yang saya rasa sangat mungkin, bahkan bisa jadi wajib untuk dilaksanakan, yaitu tetapkan saja harga semua jenis BBM, termasuk minyak tanah, sesuai dengan harga pasar. Dan agar masyarakat kecil tetap bisa terbantu, maka khusus untuk angkutan penumpang umum perkotaan maupun pedesaan kelas ekonomi diberi subsidi yang memadai untuk pembelian BBMnya berupa bantuan tunai kepada para operator, sehingga tariff untuk kelas ekonomi perkotaan dan pedesaan tidak perlu dinaikan. Sedangkan angkutan umum jenis lainnya, seperti Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) maupun Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) tidak disubsidi. Kemudian agar adil dan kendaraannya terasa nyaman, maka subsidi diberikan dengan batasan misalnya umur kendaraan sampai dengan 7 tahun, sehingga agar dapat terus mendapat subsidi, kendaraan harus diremajakan setelah batasan penggunaan 7 tahun. Dan untuk masa persiapan, maka semua kendaraan umum perkotaan dan pedesaan kelas sekonomi yang masih beroperasi diberi subsidi BBM, hingga 2 tahun dari saat dimulainya kebijakkan tersebut. Menurut hemat saya, data kendaraan dari jenis tersebut cukup akurat ada di Dinas Perhubungan (Dishub)/ Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kabupaten/Kota.
Kenapa minyak tanah juga harus sesuai dengan harga pasar ? atau minimal sama dengan harga solar, karena selama ini penyimpangan minyak tanah bersubsidi diantaranya digunakan untuk mencampur solar, yaitu yang lebih dikenal dengan'IREX'. Dan hal ini sesungguhnya juga merugikan perusahaan angkutan, karena mesin menjadi cepat rusak. Dengan harga BBM sesuai dengan harga pasar, maka penyimpangan berupa penyelundupan BBM tidak mungkin lagi dilakukan, walaupun yang pernah terjadi dan kita lihat di media masa, bukan hanya penyelundupan, tetapi pencurian yang jumlahnya cukup besar.

Untuk Angkutan AKDP maupun AKAP kelas ekonomi, juga agar terjadi kompetisi secara adil, maka jika Kereta Api kelas ekonomi masih disubsidi pemerintah , hal yang sama juga dilakukan terhadap kedua angkutan di atas, dengan batasan umur kendaraan yang mendapat subsidi. Kemudian diadakan juga regulasi terhadap Angkutan Udara, sebagai competitor Angkutan AKAP, dengan menetapkan tariff batas bawah, sehingga Angkutan AKAP kelas bisnis / eksekutif juga bisa berkompetisi dengan fair dengan Angkutan Udara.

Hasil dari pengurangan subsidi BBM tersebut, dialokasikan untuk menggratiskan semua anak usia sekolah, sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, akan lebih baik jika sampai dengan tingkat SLTA, dan biaya berobat gratis bagi keluarga miskin bisa diperluas ke keluarga pra sejahtera. Tentang minyak tanah, yang penggunanya kebanyakan dari kelas menengah bawah, maka menurut saya asalkan biaya sekolah dan berobat jika sakit, gratis sama sekali, artinya untuk sekolah sudah tidak ada pungutan apapun bentuknya, maka minyak tanah akan terbeli, atau alternative lainya besaran BLT dinaikkan. Dan hal ini juga sejalan dengan program pengalihan dari minyak tanah ke gas oleh PT Pertamina.
Jadi sediakan semua jenis BBM dengan harga pasar, dan agar tidak terlalu sering berubah, maka harga bisa ditetapkan untuk jangka waktu empat atau enam bulan, baru disesuaikan lagi, ada pertamax, premium oktan 88, premium oktan 90 dan lainya, biarkan masyarakat memilihnya.

Menggagas Angkutan Umum KEDUNGSAPUR

Oleh : Rahmad Da'wah

TIDAK dapat dipungkiri, angkutan umum di daerah Kendal kini berada pada kondisi hidup segan mati tak mau. Itu terjadi sejak kenaikan harga BBM yang baru lalu.Sebabnya tak lain karena ada penurunan minat pengguna jasa angkutan.
Penumpang yang sebelumnya menggunakan jasa angkutan umum banyak yang beralih ke sepeda motor. Sebagaimana bisa dilihat di jalan-jalan, kendaraan roda dua memang kini menjamur.
Data yang diperoleh penulis menunjukkan, di daerah ini tak kurang 600 unit motor terjual setiap bulan.Hal itu berakibat pada kemerosotan income para penjual jasa (baca: operator/pengusaha, dan awak) angkutan umum. Perolehan pendapatan mereka tak sebanding dengan biaya operasional. sehingga akhirnya banyak alat angkutan umum terpaksa diistirahatkan.
Di sisi lain, euforia otonomi daerah kini menyebar bak virus. Pada tataran implementasi, tiap kabupaten/kota lebih mengedepankan ego kewenangannya masing-masing, tanpa peduli pada kondisi objektif di lapangan.Pembangunan terminal Mangkang oleh Pemkot Semarang adalah salah satu contoh aktual. Jika regulasi Pemkot Semarang nantinya menetapkan terminal tersebut sebagai titik akhir bus antarkota dalam provinsi (AKDP) trayek Sukorejo (kendal)-Terboyo dan Limpung (Batang)-Terboyo, bisa dibayangkan armada (142 unit bus) tersebut akan mengalami degradasi.Sebab selama ini yang cukup menolong perolehan pendapatan armada tersebut justru di ruas antara Terboyo-Jrakah, dengan banyaknya penumpang ke arah Kaliwungu, Kendal, Weleri, Sukorejo, dan Limpung. Jadi bisa dibayangkan akibatnya jika bus-bus AKDP tersebut tak boleh masuk kota dan berhenti di terminal Mangkang. Mereka harus bersaing dengan ratusan unit angkutan pedesaan yang selama ini sudah melayani trayek Mangkang-Kendal-Weleri.Persaingan yang tak sehat antarpengusaha atau operator angkutan umum juga bisa menjadi contoh lainnya. Demo Paguyuban Setia Kawan di Dinas Perhubungan Kendal beberapa waktu lalu, yang menolak masuknya R-6 (salah satu trayek angkot Semarang) ke wilayah Kendal, adalah bukti betapa persaingan antarmereka sudah sangat memprihatinkan dan mengarah ke sentimen kedaerahan.Rusaknya infrastruktur jalan di daerah ini makin memperburuk keadaan.
Meski Pemkab Kendal tiap tahun menganggarkan ratusan juta bahkan miliaran rupiah untuk perbaikan jalan-jalan, namun realitanya banyak jalan masih dalam kondisi jauh dari harapan para pengguna.Adanya berbagai dugaan punguan liar (pungli) yang masih merebak di mana-mana, juga cukup mengganggu. Baik yang dilakukan oleh aparat maupun preman di jalan-jalan, maupun oleh pegawai instansi pelayanan di kantor-kantor. Jika saja, misalnya, setiap unit angkutan harus mengeluarkan pungli Rp 1.000 saja, maka dari jumlah 1.184 armada angkutan umum berbagai jenis setiap hari akan terkumpul Rp 1.184.000. Berapa jumlahnya jika dikalikan satu bulan, satu tahun, lima tahun ?


Antisipatif

Keberlangsungan usaha angkutan umum sangat tergantung pada tiga pilar utama, yaitu pemerintah sebagai regulator, pengusaha sebagai operator, dan masyarakat sebagai user. Ketiga pilar tersebut harus punya komitmen kuat untuk merancang-bangun keberhasilan sistem angkutan umum.Bagi pemerintah, komitmen tersebut dapat diimplementasikan melalui kebijakan yang antisipatif terhadap keberadaan terminal Mangkang. Jika "stop di Mangkang" menjadi kemungkinan terburuk bagi bus-bus AKDP asal Kendal, maka harus ada kebijakan yang bisa "menembus" itu.Misalnya, dengan menghidupkan trayek Kedungsapur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, dan Purwodadi), dengan mengalihkan trayek Sukorejo-Terboyo menjadi Sukorejo-Demak, Sukorejo-Purwodadi, Sukorejo-Ungaran, dan Sukorejo-Salatiga.

Tentu saja harus ada pembicaraan dan kesepakatan terlebih dulu antara Dinas Perhubungan dan Organda di berbagai daerah tersebut, untuk secara bersama-sama meneruskan hasilnya ke tingkat yang lebih atas (provinsi) sebagai pemilik kewenangan trayek AKDP.Dengan trayek Kedungsapur, otomatis bus-bus AKDP asal Kendal bisa "menembuis" masuk Kota Semarang untuk menuju Demak, Purwodadi, Ungaran, dan Salatiga. Demikian sebaliknya bus-bus AKDP asal Demak, Purwodadi, Ungaran, dan Salatiga bisa masuk Semarang untuk menuju Kendal.
Memang hal itu berisiko pada makin banyaknya "pemain" di lapangan, dan tentu persaingan pun menjadi tak ringan. Namun toh lapangan permainan telah diperlebar menjadi wilayah kedungsapur. Dan itu lebih baik daripada harus mati pelan-pelan karena ketiadaan penumpang.Angkutan Kedungsapur mungkin bisa menjadi solusi yang pas, untuk menghadapi kondisi objektif di lapangan. Tentu saja jika ego kewenangan dan sentimen kedaerahan bisa ditanggalkan.
Bagamanapun penumpang dari Kendal, Demak, Purwodadi, Ungaran, dan Salatiga tetap membutuhkan moda angkutan yang bisa mengantar mereka dari dan ke Semarang dengan mudah dan murah tanpa harus berganti-ganti alat angkutan.*

Drs H Rahmad Da'wah,
Penulis adalah Sekretaris Organda Kendal,
anggota Dewan Pendidikan Kendal.